Tuesday 12 June 2018

Ketika Rokok Harus Mahal

Seorang gadis kecil disuruh ibunya membelikan rokok, seribu dapat tiga sekitar tahun 2000. Tak lama, Ayahnya memberikan titah. "Tolong belikan juga, rokok seribu dapat empat, cokelat warna bungkusnya". Ayah dan Ibu merokok dirumah habiskan pundi-pundi rupiah, tapi mereka kadang lupa bayar SPP sekolah.  Bahkan beberapa tak bisa beli beras, tak mampu beli lauk. Entah lupa atau dilupakan kebutuhan primer sering diabaikan. Mereka bilang, itulah cara orang dewasa melepas penat. Sebuah cara mereka melupakan sejenak sengsaranya kehidupan. Lewat asap-asap yang terkadang membuat batuk, bahkan stroke, mereka melepas kesedihan. Dengan meluapnya asap-asap yang membawa jutaan kemudharatan, mereka menghempas beban hidup yang kian lama kian mengembang. Potret keluarga miskin ini sering saya lihat. Bahkan terjadi dikeluarga saya sendiri.

Img source : https://bit.ly/2t3MCzm

Sejak kelas 5 SD, saya divonis punya flek diparu-paru. Pengobatan yang belum terjangkau BPJS, membuat keadaan ekonomi makin runyam. Bukannya berhenti, rokok-rokok itu makin sering dihisap. Meskipun tidak lagi satu ruangan, namun tetap saja baunya masih bisa saya kenang. Ah, andai dulu saya bisa berteriak. Menuliskan petisi untuk kedua orang tua saya atau minimal update status agar komisi perlindungan anak bisa membawa saya sebentar saja. Butuh waktu yang lama hingga akhirnya saya sembuh.

Setelah dinyatakan flek itu hilang, saya jadi memiliki Asma. Haruskah saya bersyukur? Karena setelah tahu keadaan saya , Ibupun berhenti merokok. Ia mulai membelikan makanan-makanan bergizi seperti saat saya kecil dulu. Dengan berjualan masakan keliling komplek, Ibu mulai membuat saya sehat kembali. 2006, Ayah menyusul. Keluarga kami bebas asap. Namun adik saya memiliki flek dikedua paru-parunya. Hingga akhirnya ia sembuh, dan kemudian malah menjadi perokok aktif. Miris, tentu saja. Sampai saat ini saya belum mengerti, apa enaknya merokok???



Dan saya sangat apresiasi sekali saat ada kampanye #RokokHarusMahal. Ketika mendengarkan Talkshow Rokok harus mahal, Saya setuju, dan akan lebih setuju kalau pabriknya ditutup aja sekalian. Udah banyak banget pengalaman pahiiit antara saya dan rokok. Kalo diomongin pasti gada habisnya. Mulai dari perokok aktif yang bisa nyetir bahkan ngendarain motor sambil ngerokok, sampai ada yang batalin puasa pake rokok. Oh, Lord! Kamu kemarin ketinggalan dengerin Talkshownya? Yuk simak disini:


Namun, ada opini lain yang menyeruak. Ketika rokok mahal dan dijadikan barang mewah, bukankah rasa "puas" bisa merokok akan semakin dikejar? Apakah tingkat kriminalitas dijamin tidak akan meningkat sesuai dengan meningkatnya harga rokok yang disebut sebagai "hiburan"? Karena secara persentase, perokok aktif kebanyakan adalah mereka yang berada dibawah garis kemiskinan. :(



Dari Talkshow yang kemarin saya dengarkan, masalah ini bukan hanya tentang daya beli. Banyak sekali sektor yang terlibat. Menghentikan insdutri rokok, tak semudah membalikan telapak tangan. Maka salah satu bentuk pengendalian yang paling tepat adalah dengan menjadikan Rokok benda mahal yang sulit dijangkau. Bila ada uang untuk beli rokok, bukankah akan lebih bijak kita dibelikan kebutuhan primer lain?

Ketika Rokok Harus Mahal, ada 5 keuntungan yang menurut saya bisa kita dapatkan.

1. Rokok mahal akan menekan jumlah perokok aktif.
2. Meningkatkan pendapatan negara.
3. Mengurangi impor tembakau.
4. Meningkatkan kualitas kesehatan dan produktifitas masyarakat.
5. Terwujudnya Sustainable Development Goals (SDG'S).

Yuk, kita dukung rokok harus mahal dengan ikut menandatangani petisi di
Change.org/rokokharusmahal kalo bukan kita, siapa lagi yang mau peduli? Jangan tunggu nanti, keburu anak cucu kita terkena dampak negatif rokok yang dijual bebas tanpa kendali terkonsumsi sejak usia dini.

3 comments: